Ketika email permintaan saya untuk mengikuti acara Kompasiana Tokoh Bicara bersama Deputi Gubernur Bank Indonesia diterima. Hati saya plong sama seperti saat mendengar suami saya bilang "dibayar tunai" dengan seperangkat sholat. Sudah lama saya membaca wacana ini di Kompasiana. Ada beberapa rangkaian acara di berbagai daerah. Acara yang bertajuk [Nangkring] Jelajah Non Tunai Bersama Bank Indonesia di 5 Kota, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Aceh, Ambon. Dalam rangka Gerakan Nasional Non Tunai, yang telah dicanangkan 14 Agustus 2014.Â
Bertempat di Thamrim Room Lantai 4 Gedung Thamrin Bank Indonesia Jl MH Thamrin No.2 Jakarta, Kamis 11 Juni 2015. sekitar pukul 15.30  acara dimulai. Ada 98 kompasianer yang hadir. Bertindak sebagai moderator Iskandar Z dari Kompasiana. Narasumber adalah Ronald Waas (Deputi Gubernur Bank Indonesia) dan Trinity "The Naked Traveller".
Acara bersifat santai, tidak kaku, bergantian kedua tokoh ini bicara. Diawali tentang tugas BI dalam sistem pembayaran. Tugasnya adalah sebagai regulator, merumuskan kebijakan. Perizinan, memberikan izin penyelenggaraan sistem pembayaran. Pengawas, Mengawasi penyelenggaraan sistem pembayaran. Operator, menyediakan layanan sistem pembayaran (RTGS-Real-Time Gross Settlement, SKNBI-Â Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, BI-SSSS-Â Scripless Securities Settlement System- Sarana transaksi dengan BI seperti operasi pasar terbuka, fasilitas pendanaan BI. Fasilitator, memfasilitasi pengembangan sistem pembayaran oleh industri. Semua itu bermuara BI menjadikan sistem pembayaran yang efisien, aman, dan andal dengan memperhatikan perluasan akses dan perlindungan konsumen.Â
Pembayaran itu menggunakan transaksi non tunai. Mengapa? pertama karena mudah, aman, dan nyaman selanjutnya akses layanan pembayaran yang luas dan menjangkau seluruh wilayah dan lapisan masyarakat, menggunakan seluruh metode pembayaran, layanan yang terkoneksi dan interoperable, mekanisme pembayaran yang efisien dan harga yang terjangkau. Jadi manfaatnya praktis  (tidak perlu membawa banyak uang tunai, higienis. Akses lebih luas, meningkatkan akses masyarakat lebih ke dalam sistem pembayaran, sayangnya belum terjangkau ke pelosok. Transparansi transaksi, membantu usaha pencegahan dan identifikasi kejahatan kriminal, saya membaca di internet ada pelaku kejahatan di Serang tertangkap ketika ingin melakukan transaksi debit dari kartu curian. Efisiensi rupiah, menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash handling, mengurangi biaya cetak uang juga. Less friction economy, meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of money). Perencanaan ekonomi lebih akurat, transaksi tercatat secara lebih lengkap.Â
Bentuk non tunai berupa APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu): kartu kredit, kartu ATM/Debit, e-Money (istilah Indonesia uang elektronik): Contoh Flazz (Kompasiana, Gramedia), e Tollcard, BRIZZI, COMMET (Commuter Electronic Ticketing).
Pak Ronald Waas mengungkapkan bisa terbayang beberapa tahun yang lalu pihak Jasa Marga yang bertugas dalam mengelola uang tol. Berkarung-karung uang receh setiap harinya yang harus diangkut. Dengan adanya e-money menjadi lebih ringan. Hemat waktu. Tidak perlu menunggu kembalian. Tepat sekali bagi pengguna tol yang rutin.Â
Â
Sementara itu Trinity yang biasa traveling, non tunai itu hukumnya wajib. Tidak repot harus ke money changer dan tidak perlu menunggu kembalian. Waktu lebih hemat bisa digunakan untuk jalan-jalan. Â Untuk keamanan dalam bertransaksi kartu kredit ia biasa menggunakan laptop pribadi. Sekarang juga ada kantong/pelapis kartu kredit yang menghalangi orang untuk memindai. Kejahatan scanning ini mudah saja dilakukan karena alatnya kecil imbuh Pak Waas.Â
Â
Â