Ada bau, ada bangkai. Begitu kata peribahasa. Maknanya,: meskipun tidak boleh langsung dipercaya, kabar buruk pasti ada sumbernya.Â
BANGKAI binatang yang tidak tertimbun dengan baik akan menyebarkan bau busuk. Begitu angin berembus, bau bangkai itu akan terbawa angin hingga jauh. Itulah mengapa bau busuk memastikan keberadaan bangkai. Meski tidak kelihatan di mana asal bau busuk itu, jelas ada sumbernya. Bangkai.
Andaikata binatang lain yang masih hidup bisa menguburkan kerabat atau sanak mereka yang mati, tidak akan ada bangkai yang menebarkan bau.
Masalahnya, bahkan gajah yang berbadan sedemikian besar tidak bisa mengubur atau mengebumikan koleganya yang mati. Nah, ini kata kuncinya: elite-elite gajah saja tidak tahu cara mengubur bangkai, apalagi kroco-kroco gajah.
Bau dalam peribahasa ini merupakan kiasan untuk 'kabar buruk atau berita yang tidak baik', sedangkan bangkai adalah kiasan dari 'kejahatan atau keburukan yang menjadi sumber bau'.
Apabila ada bau, berarti ada bangkai. Apabila ada kabar tentang seseorang yang diam-diam bertemu dengan pejabat korup, boleh jadi ada kongkalikong di situ, dan kabar itu pasti ada sumbernya. Atau, ada bangkainya.
Sepandai apa pun manusia menyimpan keburukan yang dia lakukan, kapan waktu keburukan itu akan tersibak. Bisa cepat, bisa lambat. Bisa terkuak sedikit, bisa tersingkap banyak.
Manusia memang jago dalam urusan 'mengubur bangkai' atau 'merahasiakan satu atau beberapa kejahatan', tetapi itu akan menjadi bom waktu yang kapan-kapan dapat meledak.
Kalau ada laporan rakyat tentang pejabat yang 'menyunat dana bantuan sosial', misalnya, jangan buru-buru "dipetieskan" hingga langsung membeku. Diselidiki dulu, diselami dulu, baru dimasak. Jangan buru-buru "digoreng" di media massa dan menjadi santapan 'bani gosip' atau 'kaum gibah'.